Kategori
Personal

Gemar Menyalahkan Orang lain?

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh

Halo pembaca setia madrepedia, udah lama banget ni gak update tulisan.

Postingan minggu ini Ibuk ingin membahas tipikal manusia yang suka menyalahkan orang lain. Mungkin tipe-tipe kayak gini, akan sering dijumpai kalau readers berkecimpung di dunia kerja. Semakin sering bergesekan dengan manusia-manusia lain tentunya terkadang ada ‘bumbu-bumbu hubungan’ yang semakin membuat warna di tempat kerja readers. Semakin kecil kantor, gaya gesekannya juga semakin besar ^^

Banyak gak sih manusia yang kayak gitu?? Banyaaaaak…. ^^. Ibuk juga sudah sering menjumpai. Baik atasan maupun rekan kerja.

Menyalahkan orang lain merupakan hal yang paling gampang untuk menghindari masalah atau mengindari situasi yang mengancam. Meskipun ia sadar bahwa itu adalah kesalahan dirinya, ia urung mengakuinya di depan publik. Jika ia atasan, akan lebih gampang melimpahkan kesalahan pada si powerless a.k.a bawahannya. Jika ia rekan kerja, lebih gampang melimpahkan kesalahan pada seseorang yang sedang tidak bersamanya.

Suka Menyalahkan Orang Lain

  • Khawatir disalahkan atasan karena keputusan/perilakunya

Dalam psikologi ada istilah self defense atau defense mechanism. Dalam aliran psikoanalisa dari Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego didefinisikan sebagai metode yang digunakan seseorang untuk menangani perasaan-perasaan takut, kecemasan dan rasa tidak aman (Bellak dan Abrams, 1997). Semua orang mempunyai self defense. Perlindungan yang harus ia keluarkan saat menghadapi situasi yang tidak enak.

Misal : Seorang CEO Perusahaan memarahi supervisor sub unit atas keputusan yang ia ambil. Supervisor mengatkan bahwa kesalahan itu bukan kesalahannya karena staff-nya tidak memberikan saran dan masukan terhadap dirinya.

Si supervisor menghadapi situasi yang mengancam dirinya, yaitu dimarahi oleh CEO Perusahaan. Ia menjadi gelisah dan tidak aman. Oleh karenanya, lebih aman jika ia melimpahkan kesalahan pada si bawahannya.

Contoh lainnya :

Pemain yang kalah dalam bertanding akan menyalahkan wasitnya, lapangannya, anginnya, bolanya, raketnya, shuttlecocknya, dan segalanya atas apa yang menimpanya hari ini.

  • Melepaskan tanggungjawab pekerjaan

Kasus : Seorang Kepala Bidang XX memberi perintah kepada staffnya untuk menaikkan harga barang di kwitansi pengadaan barang. Ia juga memerintahkan staffnya untuk membubuhkan tandatangan di kwitansi tersebut. Apa alasan kepala bidang berlaku demikian?

Untuk menghindari dari pemeriksaan keuangan sehingga ia dianggap tidak terlibat dan tidak tahu menahu di dalamnya.

  • Merasa paling benar

Mungkin terdapat pola pikir yang menyimpang dari yang seharusnya. Individu tersebut akan selalu merasa perbuatannya adalah yang paling benar dari yang lain.

  • Kurangnya rasa empati

Seseorang yang gemar menyalahkan orang lain adalah orang yang sulit empati. Ia merupakan sosok yang egois karena hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. ‘Yang penting saya aman’ atau ‘yang penting bukan aku yang dimarahi’ atau ‘dia kan bawahanku, jadi sukasuka aku aja nyalahin dia’.

Lack of emphaty.

Ia menjadi manusia yang tidak akan disukai dimanapun ia berada.

PENYEBAB GEMAR MENYALAHKAN ORANG LAIN

Jadi, bagaimana sih bisa terbentuk sifat gemar menyalahkan orang lain?

Kita flashback lagi ke fase childhood yuks….

Sesungguhnya ini semua berasal dari nilai dan moral-moral yang ditanamkan orangtua/pengasuh kita sejak masih kecil. Coba deh kita ingat, pernah gak saat kita terjatuh waktu kecil, orangtua atau pengasuh menyalahkan lantai atau kursi atau barang apapun yang berada di sekitar kita hanya agar kita berhenti menangis?

Pernah??

Yess, itu merupakan pembiasaan dari orangtua/pengasuh kita agar kita selalu menyalahkan oranglain atau apapun saat kita tertimpa masalah. Tanpa disadari, kebiasaan itu membentuk pola pikir dan perilaku kita di masa datang.   

Pikiran ibuk kembali ke memori masa kecil.

Sekitar usia 13/14 tahun, Ibuk sedang sholat Tarawih di Masjid. Tiba-tiba, di pertengahan sholat teman ibuk kehausan dan pingin banget beli es. Tergiur ga? Iya banget… Alhasil, pergilah kami ke toko buat beli es. Di perjalanan, ada sekelompok anak sedang bermain petasan dan salah satu petasan terkena ke muka ibuk. Nangis dong sambil balik ke rumah mengadu, dengan harapan  mama dapat memarahi anak-anak tersebut. Tapi apa yang saya dapat?? Justru saya yang dimarahi karena tidak menyelesaikan sholat Taraweh sampai selesai.

Jadi, kebiasaan atau perilaku atau nilai-nilai yang kita tanamkan ke anak-anak kita itu akan segera membentuk kepribadian anak itu. Anak bertindak melalui alam bawah sadarnya, maka apapun yang kita ucapkan, contohkan, tirukan akan membentuk siapa anak kita kelak.

Menurut Albert Bandura (Carole, 2007) imitasi adalah perilaku yang dihasilkan ketika seseorang melihat contoh atau orang lain melakukan sesuatu dalam cara-cara tertentu dan mendapatkan konsekuensi dari perilaku tersebut. Tingkah laku itu merupakan hasil melakukan pengamatan seseorang terhadap lingkungannya.

Di media massa seperti koran dan internet banyak banget Ibuk lihat pemberitaan tentang orangtua yang menyerang pihak sekolah, guru, tetangga yang bermasalah dengan anaknya. Cara yang dilakukannya juga tergolong anarkis. Sang anak diberi tontonan LIVE dan diajarkan versi orangtua bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah jika kamu punya masalah.

Seperti ini, nak! Tonjok. Tendang. Marah-marah. Cakar. Gak usah malu-malu. Hilangkan urat malumu nak. Kamu gak pernah salah. Kami yang benar. Kami yang bla-bla-bla…..

Emosi mengalahkan segalanya. Mengalahkan rasa malu. Mengalahkan logika berpikir.

Jadi, sebelum mengubah orang lain, sebelum mendidikan anak, ubah dulu diri kita. Ubah sikap kita yang mungkin terkadang masih suka menyalahkan orang lain. Mengaku salah bukan akhir dari duniamu. Mengakui kesalahan merupakan bentuk dari pendewasaan seseorang. Apa itu?

TANGGUNG JAWAB

Berani berbuat, maka harus berani mengakui kesalahan. Jika pernah salah, artinya pernah mencoba. Manusia yang tidak pernah salah, artinya dia tak pernah mencoba segala sesuatu.

Salam Sehat Mental ^^

Daftar Pustaka :

Bellak, Leopold & Abrams, David. M. 1996. The TAT, The Cat and The SAT in Clinical Use (sixth edition). America : Allyn & Bacon. Aviacom Company

Image by Claudio_Scott from Pixabay

Oleh Rosdaniar

Penulis merupakan psikolog klinis di salah satu instansi pemerintah. Selain sebagai Psikolog Klinis, penulis merupakan ibu dari dua putri cantik.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.